Pakar Unair Paparkan Cara Menghindari Toxic Productivity di Masa Pandemi
- by admin
Pandemi terpaksa membuat kontak fisik harus dibatasi untuk menghindari penularan sehingga seluruh kegiatan diusahakan dilakukan dari rumah. Namun, hal itu justru membuat tidak sedikit orang yang terjebak dengan toxic productivity.
Dosen Psikologi Universitas Airlangga (Unair), Erikavitri Yulianti, mengatakan toxic productivity merupakan keinginan untuk selalu produktif setiap waktu dengan segala cara dan usaha, serta tidak ingin berhenti meskipun tugasnya telah usai. Menurut dia, toxic positivity bisa menimbulkan burnout sehingga akan mengganggu relasi dengan orang lain.
Penyebab toxic productivity adalah berubahnya rutinitas selama masa pandemi. “Sebetulnya kita ini tidak nyaman. Kita takut dengan ketidakpastian pandemi sehingga melakukan produktivitas toksik yang akan memberikan ‘rasa aman’ untuk menutupi ketakutan kita,” kata dia seperti dikutip Tempo dari laman Unair News, Rabu, 14 Juli 2021.
Ciri-ciri toxic positivity, lanjut dia, adalah sering merasa bersalah, tidak efisien dalam melakukan pekerjaan, dan menuntut untuk melakukan banyak pekerjaan padahal tidak ada lagi yang harus dikerjakan. Ciri lainnya adalah kelelahan di pagi hari meski sudah cukup tidur.
Untuk mengatasinya, Erikavitri menyarankan agar melakukan pengaturan waktu yang baik serta memahami bioritme diri sendiri. “Ada orang yang aktif setelah tengah malam, ada juga yang aktif setelah jam 12 siang. Kita harus memahami diri kita sendiri karena tugas yang tidak produktif akan menghabiskan waktu,” ujar konsultan bidang psikiatri tersebut.
Hal lain yang dapat mengatasi toxic positivity adalah dengan menetapkan tolak ukur untuk mengevaluasi hasil pekerjaan, menerapkan skala prioritas, melakukan manajemen stres, memberikan self reward, fokus melakukan pekerjaan, dan tetap fleksibel.
AMELIA RAHIMA SARI
Toxic productivity merupakan keinginan untuk selalu produktif setiap waktu dengan segala cara dan tidak ingin berhenti meskipun tugasnya telah usai.