Alasan Buruh Tidak WFH Meski Positif Covid-19: Takut Upah Tak Dibayar
- by admin
Aliansi serikat pekerja sektor tekstil, garmen, sepatu, dan kulit mencatat sejumlah buruh tetap masuk kerja meski terkonfirmasi positif Covid-19. Mereka terpaksa bekerja lantaran terancam tak dapat upah bila absen lantaran sakit.
“Ada kekhawatiran kalau tidak masuk, upahnya tidak dibayar. Jadi mereka lebih memilih masuk walau dengan keadaan sakit dengan suspect Colvid-19,” ujar Ketua Umum Serikat Pekerja Tekstil Sandang Kulit Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (FSP TSK FSPI) Helmy Salim dalam konferensi pers yang digelar secara virtual, Senin, 19 Juli 2021.
Buruh tidak memperoleh jaminan upah bila mereka bekerja dari rumah atau work form home lantaran statusnya merupakan pekerja kontrak atau pekerja lepas. Sejak Undang-undang Nomor 11 Tahun 2021 tentang Cipta Kerja disahkan, banyak buruh dengan status pegawai tetap mengalami pemutusan hubungan kerja atau PHK dan dipekerjakan kembali dengan status pekerja lepas.
Dengan begitu, buruh hanya akan memperoleh bayaran sesuai dengan jam kerja mereka. Kondisi tersebut memberikan tekanan berat bagi buruh di tengah krisis pandemi Covid-19. Buruh berhadapan dengan ancaman risiko kesehatan yang tinggi dengan jaminan yang minim.
Kepala Divisi Anak dan Perempuan DPP Serikat Pekerja Nasional (SPN) Sumiyati menjelaskan buruh yang terpapar Covid-19 juga acap tak boleh melapor kepada Satgas Covid-19 oleh perusahaan tempat mereka bekerja. “Mereka (perusahaan) ada yang terang-terangan melarang ke Satgas Covid-19 karena mereka ditakut-takuti kalau mereka melapor akan ada lockdown. Kalau di-lockdown jelas sekali mereka tidak dapat upah,” ujar Sumiyati.
Selain menghadapi ironi tak dapat upah, buruh yang terkonfirmasi positif Covid-19 tidak memperoleh fasilitas kesehatan yang layak dari perusahaan. Perusahaan disebut-sebut tidak menyediakan fasilitas isolasi mandiri sehingga buruh terpaksa harus menjalani karantina di rumah dengan risiko menularkan virus ke anggota keluarganya.
Di sisi lain, buruh juga tidak mendapatkan jaminan vitamin dan obat-obatan, bahkan alat perlindungan diri atau APD seperti masker. Di tengah desakan kebuuthan, kondisi ini menjadi beban berlipat bagi buruh.
Ketua Federasi Serikat Buruh Persatuan Indonesia (FSBPI) Dian Septi Trisnanti mengatakan aliansi buruh menuntut pemerintah menjamin perlindungan hak atas kesehatan dan hak-hak kerja para buruh. Tuntutan itu berkaca pada munculnya klaster pabrik sebagai klaster penyebaran Covid-19 yang paling agresif.
Dian mengatakan, dalam dua pekan terakhir, ribuan anggota serikat buruh di wilayah Cakung, Tangerang, Subang, Sukabumi, dan Solo terpapar Covid-19 melalui tempat kerja atau pabrik. “Mereka rata-rata tinggal di rumah kontrakan padat dan itu berisiko menularkan ke anggota keluarga lainnya,” tuturnya.
Aliansi serikat pekerja sektor tekstil, garmen, sepatu, dan kulit mencatat sejumlah buruh tetap masuk kerja meski terkonfirmasi positif Covid-19.